Amanda Memilih Dunia Malam

Kepada saya, Amanda (33 tahun), perempuan asal Pati, Jawa Tengah, menjadi perempuan malam adalah pilihan terakhir. Desakan ekonomi, sulitnya lapangan pekerjaan, dan keterbatasan skill yang dimiliki, memaksa untuk melakoni profesi tersebut. Menurutnya, pekerjaan biasa tidak cukup untuk menghidupi dirinya dan putri semata wayangnya yang masih berumur lima tahun.

**

Amanda, anak pertama dari tiga bersaudara, terlahir dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang petani, dan ibunya seorang ibu rumah tangga biasa. Walaupun dari kelurga sederhana, ayahnya adalah seorang pekerja keras hingga mampu menyekolahkan ketiga putrinya sampai tamat SMA. Dari sebuah kota kecil bernama Pati di Jawa Tengah, dimana Amanda dilahirkan dan dibesarkan. Kota kecil dimana berdiri megah pabrik Kacang Dua Kelinci, salah satu official sponsor sebuah klub raksasa sepakbola Spanyol juga dunia, Real Madrid.

Pertengahan bulan Juni 2011, adalah awal pertemuanku dengan Amanda. Di suatu siang yang cerah, di salah satu sudut kota Denpasar. Pertemuan yang tidak berlangsung lama itu membawa ke pertemuan-pertemuan berikutnya. Saat itu, saya tidak tahu persis apa profesi Amanda. Yang saya tahu dia adalah perempuan cantik yang sekilas mirip Aura Kasih.

Bulan agustus 2012, pukul 13:00 Wita. Seorang perempuan duduk di teras sempit sebuah kamar kost. Rambutnya yang kemerahan diikat seadanya. Mengenakan kaos ketat biru muda dipadu hotpants. Kulitnya putih, dengan badan yang tidak terlalu kurus, perempuan itu juga memiliki sepasang mata korea yang lembut. Aku terpaku sejenak, sementara senyumnya yang ramah menyambut kedatanganku. Amanda beranjak dari kursi kecilnya, “Kirain gak jadi kesini, sampai habis es krimku nungguin, mas.” Sapanya. “Masuk, mas.” Lanjutnya kemudian.

Aku menggeser sedikit bangku rias yang ada disitu. Aku lihat es krim coklat dalam box kecil mulai mencair, diletakkan di meja rias. Dalam ruangan kost berukuran 4 x 6 meter, di jalan Bedugul, Sidakarya, Denpasar. Meja dan bangku rias, lemari pakaian, dan perabot sederhana tertata rapi di sudut-sudut kamar. Di beberapa bagian dinding terpajang foto diri dan putrinya yang cantik. Sebuah kehampaan menyelimuti.

Dua tahun sudah Amanda melakoni profesi sebagai perempuan malam. Berbekal ijazah SMA, Amanda mengelak ketika ditanya kecukupan ijazahnya untuk mencari pekerjaan lain. “Ijazah SMA saja tidak cukup untuk menghidupi aku dan anakku, mas,” katanya, sembari membuka kulkas menunjuk beberapa minuman dalam botol, menawarkan kepadaku.

Aku mengangguk, “Boleh.”


Sebuah pilihan dibalik sebuah ketidakpuasan. Terlalu banyak pertanyaan yang bersamaan muncul. Alasan klise karena terdesak keadaan, tekanan ekonomi dan keinginan untuk mendapatkan pengakuan dari daerahnya, sementara itu yang ada dipikiranku.


Dia melanjutkan, “Hidup di Denpasar, dengan biaya hidup tinggi, apalagi aku single parent.” Kali ini dengan mimik wajah yang serius, “suamiku meninggal dua tahun lalu karena over dosis.”

Awal tahun 2003, ia dan suaminya untuk pertama kali menginjakkan kakinya di Bali. Dengan modal yang dimiliki, kemudian merintis usaha furniture dan handycraft. Dibantu beberapa karyawan, ia dan suaminya mengontrak ruko sederhana di seputaran Kerobokan, Kuta Utara, Kabupaten Badung. Ruko sederhana tersebut juga berfungsi sebagai workshop untuk mengolah furniture dan handycraft setengah jadi menjadi barang siap jual kepada end user. Bahan setengah jadi dipasok dari kota-kota di pulau Jawa, diantaranya Pasuruan, Rembang, Tuban, sampai Jepara.

Setelah berjalan dua tahun, usahanya member tanda-tanda positif. Keuntungan dari penjualan furniture dan handycraft terus meningkat dan memperoleh profit yang lumayan tinggi. Bahkan terus meningkat sampai tiga, dan empat tahun berikutnya. Usahanya makin menjanjikan dan berencana membuka cabang. Disaat yang sama, suaminya makin akrab dengan dunia malam dan narkoba. Hingga suatu ketika suaminya over dosis, dan nyawanya tidak tertolong.

Amanda berkabung dan tidak sanggup meneruskan usaha yang selama ini dirintis. Sepeninggal suaminya, dia kembali ke Pati, Jawa Tengah. Selama satu tahun, Amanda tidak mampu menutupi kedukaannya. Tinggal bersama orang tua dan tidak mendapatkan pekerjaan tetap, akhirnya Amanda memutuskan untuk kembali ke Bali. Sementara putri semata wayangnya dititipkan di Banyuwangi, di rumah mantan mertua.

Ketiadaan lapangan pekerjaan dan tidak ingin menjadi beban orang tua, akhirnya setelah lebaran 2009, berangkatlah Amanda menuju Bali. Berkat bantuan seorang teman di Denpasar, Amanda sementara hidup menumpang di Jalan Letda Reta, Denpasar Timur. Untuk kelengkapan administrasi kependudukan, dia juga dibantu mendapatkan KTP Denpasar beralamat di Jalan Letda Reta, tercantum di Kartu Keluarga sebagai family lain. Walaupun kini Amanda berdomisili di Jalan Bedugul, Sidakarya, Denpasar Selatan. Ia berharap memperoleh kehidupan yang baru.

Setelah beberapa waktu mencari pekerjaan, dengan mencoba melamar berbagai posisi pekerjaan, tapi tak satupun sesuai harapan. Pertimbangan gaji adalah yang utama, menurutnya gaji perusahaan di Denpasar banyak yang tidak sesuai UMR. “Kita kerja cari makan, cari hidup, buat apa kerja kalau habis buat bayar kost?” Katanya.

Hingga suatu hari Amanda memutuskan untuk bekerja menjadi waitress di sebuah resto di seputaran Kuta. Tapi tidak bertahan lama, karena merasa belum cukup, dan dibawah UMR, Amanda kemudian pindah bekerja di sebuah café dan karaoke di daerah Sanur. Disanalah kemudian dia berkenalan dengan seorang pengusaha tour dan travel yang kini diakuinya sebagai pacar.

“Aku pacaran sama Nyoman buat nambah-nambah penghasilan juga,” dia memberi alasan. “lumayan kost dan uang jajan sehari-hari dari dia,” katanya, dengan senyum kecil. “Lumayan gaji sama tips utuh, bisa buat nabung sama kirim ke anakku.”

Nyoman, pria asal Karangasem yang bertempat tinggal di Jalan Tukad Banyusari, Denpasar, adalah seorang pengusaha Tour and Travel yang cukup mapan. Rumah tempat tinggalnya sekaligus kantor. Hanya ada satu armada di tempat tersebut. Armada lainnya kurang lebih enam armada dititip dan bekerjasama di beberapa hotel dan villa di Kuta dan Nusa Dua. Nyoman sendiri merangkap driver, manager, sekaligus owner. Ketika ditanya kapan rencana menikah, Amanda hanya tertawa. “tunggu dia ceraikan istrinya dulu.”

**
(aanx | 010814)

Source: elgibrany

No comments

Powered by Blogger.