PKL, Dibutuhkan Untuk Diingkari

Pedagang Kaki Lima di Salah Satu Sudut Kota Singaraja
Kota yang indah, seindah mimpi para pendatang mengais puing-puing mimpi di kota. Kehidupan yang lebih baik adalah harapan yang memacu detak jantung untuk mencoba menjadi tangguh di tengah segala keterbatasan. Karena tidak semua pendatang berpendidikan tinggi, pekerjaan apapun wajib dilakoni.

Urbanisasi, menjadi hal yang pelik manakala merambat pada masalah ketertiban umum. Pedagang kaki lima (PKL), mudah dijumpai di ruas-ruas jalan raya, emper-emper toko, trotoar-trotoar, dan sejumlah tempat di sudut kota. Dari pagi hingga malam, PKL standby dengan barang-barang dagangannya. PKL dituduh menjadi biang kerok perusak keindahan kota, sekaligus bertanggung jawab karena mengganggu ketertiban umum.

Tentu pemerintah sebagai penguasa wajib melakukan penertiban. Lewat Peraturan Daerah (Perda), pemerintah berhak melakukan penggusuran, pembongkaran, penangkapan, dan sejumlah aksi lain yang sayangnya seringkali berakhir ricuh.

Perda-perda melarang tegas PKL yang berjualan dengan gerobak, becak dan sejenisnya berjualan di jalan, emper-emper toko, pekarangan rumah, jalur hijau, taman dan tempat umum lainnya. PKL berhak menggelar barang dagangannya di pasar-pasar dan tempat tertentu lainnya. Bagi PKL, tempat-tempat terlarang itulah pasar potensialnya. Walaupun kadang pemerintah memberikan lahan baru bagi mereka, disayangkan justru lokasi baru tersebut seringkali tidak tepat, atau dengan bahasa sederhana tidak ada pembelinya.

Karena Lokasinya tidak "strategis" itu, pada akhirnya PKL tergusur dari mata pencahariannya. Wacana win-win solution pun tidak semanis kedengarannya.

(Aanx. 10/2008)

Sumber : elgibrany

No comments

Powered by Blogger.