Satu Jam Bersama Ayam Kampus
Ayam kampus, begitulah makhluk yang satu ini biasa disebut. Selain menjadi mahasiswi, cewek berparas cantik dan seksi ini kadang bekerja sebagai SPG salah satu produk rokok, SPG Freelance produk kecantikan, dan aktivis MLM kosmetik.
Saat wawancara (02/07), masih tercatat sebagai mahasiswi sebuah universitas di Denpasar, Fakultas Cateris Paribus jurusan Atur Mengatur.
Atas permintaan narasumber, wawancara dilakukan di sebuah Cafe di Jalan Diponegoro, Denpasar, yang konon sering dipakai janjian pasangan-pasangan tidak sah.
Setelah basa basi sejenak, berikut sedikit petikan wawancaranya (dengan beberapa editan/off the record)
*
“Oke, jadi gimana nih awalnya sampai kamu bisa jadi seperti ini, bisa sedikit diceritain?”
“Awalnya..hmmm..”
“Ya, misalnya kamu punya masalah apa atau gimana?”
“Oh, ya, awalnya emang gara-gara diputusin pacarku. Aku stress banget.”
“Kapan itu?
“Pas awal-awal kuliah”
“Trus?”
“Ya, gitu, aku udah pacaran lama. Dari kelas satu SMA, dan hubungan kita udah jauh”
“Hmm…”
“Akhir semester satu kita putus. Aku baru tau dia udah punya cewek lain selama satu tahun sejak dia kuliah disini”
“Trus sampai akhirnya jadi gini gimana?
“Ya, itu tadi, udah janji-janji segala macem..aku dah sayang banget sama cowokku sampai-sampai aku ikut kuliah disini gara-gara dia”
*
“Kapan pertama kali, maaf, kamu komersilin?”
“Pas lagi stres-stresnya, aku kenal kakak kelasku ikut-ikut ngumpul segala macem. Awalnya aku gak tau kalo dia, kakak kelasku itu, kerjanya nyambi seperti ini. Daripada stress, aku ikut-ikutan ke kafe-kafe gitu cari kenalan”
“Berapa lama sampai kamu kenal bayaran?”
“Oh iya, awalnya emang Sex for Fun aja. SMS, Satu Malam Saja. Kalo kita suka ya bisa”
“Waktu itu belum terima bayaran gitu ya?”
“Ya, kurang lebih gitu”
“Kuliah kamu gimana?”
"Kuliah jadi macet, kacau. Tiap hari diajakin mabuk..dan mungkin karena udah Biasa nge-sex, jadi sehari gak gituan jadi bingung.”
“Trus?”
“Masturbasi aja gak cukup. Nunggu ke kafe kan lama, paling seminggu sekali. Suatu hari ada temen ngajakin keluar, ada yang ngajak kenalan, om-om. Dari situ awalnya aku terima bayaran. Aku gak minta, tapi om itu nitipin uang ke temenku.”
*
“Akhirnya bisa bener-bener komersil gimana?”
“Hmmm, Om itu sering telfon aku ngajak kencan, lumayan sebulan bisa buat bayar kuliah, bisa beli macem-macem. Tapi cuma sebulan, trus dia pindah ke Kalimantan kalo gak salah, aku jadi gak ada pelampiasan. Sejak itu aku terima order lewat telfon.”
“Cuma telfon aja ya?”
“Ya, cuma lewat telfon aja. Tapi kalo sms gak pernah aku bales.”
“Berapa biasanya sekali call?”
“Rate-nya maksudnya?”
“Ya, itu mungkin”
“Tergantung, short time kadang 200 sampai 300 ribu, long time pernah dikasi 1,5 juta”
*
“Untuk tempatnya dimana?”
“Yah, tergantung janjiannya, disini kan banyak hotel-hotel atau pondok wisata gitu.”
“Boleh tahu lokasinya di daerah mana?”
“Paling sering aku di daerah renon di jalan … (maaf nama jalan sengaja tidak kami sebutkan karena pertimbangan tertentu), kadang juga di daerah sekitar Gatsu Barat.”
“Ok, untuk pelanggan biasanya siapa aja?”
“Pada dasarnya siapa aja yang mau bayar sesuai rate ya aku service.”
“Berarti semua kalangan nih? He he..”
“Yang penting duitnya.”
“Gak takut penyakit?”
“Takut ada, tapi aku udah punya langganan dokter kulit. Jadi ya, rutin lah aku check up”
*
“Ok deh, makasi waktunya ya, lain kali kita bisa ngobrol-ngobrol lagi khan?”
“Gak ah, sama temenku yang lain aja”
“Yang mana?”
“Itu yang aku tunjukin kemarin di pantai, yang tattonya dipungung bawah (maksudnya, sedikit diatas bokong).”
“Sip dah..”
**
Setelah basa-basi sejenak, akhirnya wawancara selesai sekitar pukul sembilan malam.
***
(Tim Apatis 2008 : An, Hr, Ar)
Sumber Text: Apatis,
like
ReplyDelete